BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang di butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Menkes, 2005)
Menurut Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), H. Syafii Ahmad, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyusuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stres tersebut. ( Diktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Medik Dapertemen Kesehatan, 2007)
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat.
Pada study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun utama(Hardian, 2008). Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat.
Dari 150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008).
Berdasar kan data dari medical record BPRS dari makasar provinsi sulawesi selatan menunjukan pasien halusinasi yang dirawat pada tiga tahun terakhir sebagai berikut: pada tahun 2006 jumlah pasien 8710 dengan halusinasi sebanyak 4340 orang (52%), tahun 2007 jumlah pasien 9245 dengan halusinasi sebanyak 4430 orang (49%), tahun 2008 ( januari-maret) jumlah pasien 2294 dengan halusinasi sebanyak 1162 orang. Agar perilaku kekerasan tidak terjadi pada klien halusinasi maka sangat di butuh kan asuhan keperawatan yang berkesinambungan.
Akibat semakin kompleksnya persoalan hidup yang muncul di tengah masyarakat, menyebabkan jumlah penderita gangguan jiwa di Riau tiap tahunnya terus bertambah. Selama tahun 2007 ini saja di Riau telah menerima sebanyak 8.870 pasien gangguan jiwa.
Berdasarkan dari hasil anamnesa pada bulan november 2010 pada ruangan nuri yang mana jumlah pasien halusinasi sekitar 32 orang (71,11%) dari 45 pasien yang ada diruangan, di merpati 33 pasien halusinasi (75%) dari 44 pasien, di mawar ada 9 pasien halusinasi (45%) dari 20 pasien, di hangtuah ada 2 pasien halusinasi (28,57%) dari 7 pasien, di melati ada 22 pasien halusinasi (64,70%) dari 34 pasien.
Berdasarkan hal diatas, kami kelompok tertarik untuk mencari serta membahas halusinasi dalam seminar kelompok yang sebagai salah satu syarat tugas untuk menyelesaikan praktek klinik di RSJ Tampan Pekanbaru.
Tujuan.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran nyata tentang asuhan keperawatn jiwa pada klien dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di ruang Nuri RSJ Tampan Pekanbaru.
Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
b. Membuat diagnosa keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori : halusinasi
c. Melakukan intervensi keperawatan kepada klien perubahan persepsi sensori:halusinasi pendengaran
d. Melakukan tiundakan keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
f. Pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
g. Dapat membandingkan kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang penulis dapatka
Ruang Lingkup Masaalah
Ruang lingkup ini dilakukan di Rumah Sakit jiwa Tampan tahun 2010. Dimana pembuatan makalah ini yang akan dilihat sejauh mana halusinasi akan mempengaruhi sifat yang mal adaktif dan cara penanggulangan atau tindakan yang akan dilakukan untuk klien. Alasan pembuatan makalah ini karena halusinasi merupakan penyebab terbanyak pada gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tampan. Dipilihnya halusinasi ini karena di RSJ Tampan Pekanbaru Provinsi Riau salah satu tempat rujukan di daerah Riau ini. Makalah ini dibuat berdasarkan hasil ovservasi terbanyak di RSJ Tampan Pekanbaru.
Metode Pengambilan Data
Dalam penyusunan makalah ini, kelompok menggunakan metode deskriptif, dimana kelompok hanya memaparkan data yang sesungguhnya pada kasus. Untuk menggali data, teknik yang digunakan berbagai macam di antara nya adalah :
Wawancara : penulis mengadakan wawancara pada klien di ruang nuri
Observasi : kelompok melakukan pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan secara langsung pada prilaku klien
Studi kepustakaan : kelompok mempelajari sumber-sumber pemeriksaan fisik yang dilakukan secara bertahap
Data sekunder : kelompok mengambil data dari status klien, catatan keperawatan untuk dianalisa sebagai data yang medukung masalah klien.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut( kliat, 2006 )
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan, mesin, barang, kejadian alamiah dan musik dalam keaadan sadar tanpa adanya rangsangan apapun (maramis, 2005).
Halusinasi pendengaran adalah persepsi sensorik yang keliru melibatkan panca indra pendengaran (isaac,2002).
2. Etiologi
Menurut stuart ( 2007) faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
faktor predisposisi
1) biologis
abnormalitas perkambangan syaraf berhubungan dengan respon neorologis yang maladaftif baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian sebagai berikut:
a) penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofren
b) beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neorotransmiter yang berlebihan
c) pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia.
2) Psikolagis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keaadan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) sosial budaya
kondisi ini mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan, perang, kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang terisolasi
faktor presipitasi
secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian induvidu terhadap stressor dan maslah koping dapat mengindikasi kemungkinnan kekambuhan (kelliat,2006).
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
1) biologis
ganngguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnomalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak akibat ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Sterss lingkungan
Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3) sumber koping.
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
3. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang ditimbulkan pada individu yang mengalami halusinasi dengar:
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara.
c. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan.
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata.
e. Tidak dapat mremusatkan konsentrasi / perhatian.
f. Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga dan bermusuhan.
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan.
j. Ketakutan.
k. Mudah tersinggung, jengkel, mudah marah.
l. Menyalahkan diri sendiri / orang lain.
m. Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri : mandi, berpakaian.
n. Muka merah kadang pucat.
o. Ekspresi wajah tegang
p. Tekanan sdarah meningkat.
q. Nadi cepat.
r. Banyak keringat.
4. Jenis halusinasi
menurut stuart (2007) halusinasi terdiri dari dua jenis:
a. pendengaran
mendengar suara atau kebisingan, paling sering mendengar suara orang. Suara berbentuk kebinsingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai ada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
b. penglihatan
stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan biasa yang menyenangkan atau menakut ksn seperti melihat monster.
penghidu
membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenang kan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang , atau dimensia.
Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
perabaan
mengalami nyeri atau ketidak nyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tesentrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urine.
Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
5. Tahapan halusinasi
a. fase I : klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenang kan untuk meredakan ansietas. Disini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. fase II : pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengendalikan jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
c. fase III : klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Disni klien sukar berhubungan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. fase IV : pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
6. Rentang respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladatif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
a. pikiran logis : yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b. Persepsi akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun diluar dirinya.
c. Emosi konsisten : yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar di sertai banyak banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
d. Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang belaku.
e. Hubungan sosial harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja sama.
f. Proses pikir kadang tergantung (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi implus eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu diotak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
g. Emosi berlebihan atau kurang : yaitu menisfatasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
h. Perilaku atau tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyesuaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sesial atau berbudaya umum yang berlaku.
i. Perilaku aneh atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
j. Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
k. Isolasi sosial : menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
Berdasarkan rentang diatas diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan,penghidu,pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulul panca indra walaupun sebenarnya stimulas itu tidak ada.
7. pohon masalah
B.Asuhan Keperawatan
a. faktor predisposisi
1) faktor perkembangan telambat
a). Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minuman dan rasa aman
b.) usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c.) usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
2) faktor komunikasi dalam keluarga
a.) komunikasi peran ganda
b.) tidak ada komunikasi
c.) tidak ada kehangatan
d.) komunikasi dengan emosi berlebihan
e.) komunikasi tertutup
f.) orang tua yang membandingkan anak-anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik orang tua.
3) Faktor sosialisasi budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
a. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, idintitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping deskruptif.
b. Faktor biologis
Adanya kegiatan terhadap fisik, berupa: atropi otak, pembesaran Vertikel, perubahan besar dan bentuk sel bentuk sel korteks dan limbik.
c. Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia di turunkan melalui kromosom tertentu. Namun demikian kromosom yang berada yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizoprenia adalah kromosom nomor enam, dan kontribusi genetik tambahan nomor 4, 8, 5, dan 22. anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizyote peluangnya sebesar 15%, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka perluangnya menjadi 35% .
b. faktor presipitasi
1) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan dan infeksi, obat-obatan, system syaraf pusat,kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
2) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktifitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja ( kurang tampil dalam berkerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat tranportasi dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak mampu( harga diri rendah), putus asa ( tidak percaya diri), merasa gagal ( kehilangan motovasi menggunakan keterampilan diri ), kehilangan kendali diri ( demonstrasi), merasa punya kekuatan berkelebihan,, merasa malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual ), bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, prilaku asertif, prilaku kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan ketidakadekuatan penanganan gejala
c. prilaku
respon prilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak dapat membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata.Prilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya, meliputi:
a. Isi halusinasi
Ini dapat ditanyakan , suara apa yang didengar, apa saja yang dikatakan suara itu, jjika halusinasi auditorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium, jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecap, dan apa yang diraskan dipermukaan tubuh jika halusinasii perabaan
b. Waktu dan frekuensi
Ini dapat ditanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, sebulan pengalaman halusinasi itu muncul.
c. Pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat perlu juga bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasikan pernyataan klien.
d. Respon klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien, bisa dikaji dengan apa yang dilakukan klien saat mengalami halusinasi.
d.Mekanisme koping
1) regresi: menjadi malas beraktivitas sehari-hari
2) proyeksi: menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain
3) menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal
e.Masalah keperawatan
1). Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
2). Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3). isolasi sosial: menarik diri
4). Gangguan konsep diri: HDR
5). Intoleransi aktivitas
6). Difisit perawatan diri
f.Diagnosa Keperawatan
1). perubahan persepsi sensori: halusinasi
2). Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3). isolasi sosial: menarik diri
4). Gangguan konsep diri: HDR
5). Defisit perawatan diri
g.Intervensi Keperawatan
diagnosa: perubahan persepsi sensori halusinasi: pendengaran
Tujuan umum:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 minggu perubahan persepsi sensori: halusinasi teratasi.
Tujuan khusus:
intervensi
1). Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan komunikasi teraupetik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verabal. Perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disenangi klien, buat kontrak dengan jelas tujukan sikap jujur dengan menepati janji setiap kali interaksi.
2). Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
3). Observasi tingkah laku klien dan halusinasinya( halusinasi pendengaran ),
4). Diskuaikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadinya halusinasi
5). Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut
6). Diskusikan tentang dampak yang akan dialami bila klien menikmati halusinasinya
7). Identifikas dengan klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi
– klien menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi
Intervensi
1). Diskusikan cara yang digunakan klien
-klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasinya:
1). Diskkusikan cara baru mengontrol halusinasi
-klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya
1). Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan dilatih untuk mencobanya
-klien mengikuti terapi aktivitas kelompok
1). Beri kesempatan klien untuk memilih cara mengontrol halusinasi
2). Pantau pelaksanaan cara yang dipilih jika berhasil beri pujian
3). Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok
4). Buat kontrak yang jelas untuk pertamuan( waktu, tempat, dan topik)
-Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda gejala, prosos terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi
1). Diskusikan dengan keluarga
2). Diskusikan klien tentang manfaat dan erugian jika tidak minum obat , nama, warna, dosis, cara, efek, terapi dan efek samping pengobatan
-klien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar
1). Pantau kllien saat minum obat
-klien dapat menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter
1). Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar
2). Diskusikan akibat berhenti minum obot tanpa konsultasi
3). Anjurkan klien untuk konsultasi dengan dokter jika ingin berhenti minum obat
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pengkajian
pengkajian dilakukan pada tanggal 8 November 2010 dengan nama klien Tn. Y berusia 40 tahun. Klien masuk pada tanggal 22 September 2010 No. RM 00.08.08 di ruang nuri. Klien dibawa kerumah sakit dengan alasan, klien selalu marah-marah tanpa sebab, bicara ngawur, gelisah, mengamuk, dan hampir memukul keluarga. Klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya, riwayat pengobatan sebelumnya kurang berhasil dikarenakan klien putus obat lebih kurang 3 bulan.
Klien merupakn anak ke- 6 dari 9 bersaudara. klien mengatakan bagian tubuh yang disukai adalah kepala dan bagian yang tidak disukai adalah tangan kiri karena pernah patah dan klien menyadari bahwa dia seorang laki-laki yang bekerja sebagai tukang perabot. Orang yang paling berarti bagi klien adalah ibu, bapak dan keluarga. Klien mengetahui agama yang dianut nya, dan selama dirumah sakit klien melakukan kegiatan ibadah yaitu shalat.
Dari observasi yang didapat kelompok, ditemikan data; penampilan rapi dan sesuai dengan cara penggunaan nya. Saat diajak berkomunikasi atau wawancara, pembicaraan klien selalu berpindah-pindah dari satu kalimat ke kalimat lainnya. Klien tampak lesu, gelisah dan terkadang bolak-balik, klien mengatakan sedih karena klien merasa terlalu lama di RSJ.selama interaksi klien sangat kooperatif , terkadang klien selalu memulai pembicaraan terlebih dahulu, kontak mata (+), akan tetapi klien sering tidak nyambung antara pertanyaan dengan jawaban. Klien mengalami gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran. Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk memukul orang lain, suara itu sering terdengar saat klien sendirian dan pada sore hari sangat sering, gejala yang tampak klien ingin marah-marah. Obsesi, klien menyatakan ingin berjaya dalam hidup dan ingin mencari istri yang sakinah. Orientasi orang, tempat dan waktu baik, karena klien mengetahui tempat ia berada sekarang waktu dan orang-orang disekitarnya.
Klien tidak mengalami gangguan daya ingat karena klien mampu mengingat masa lalu dan waktu saat ini, klien mudah teralih saat diberi
pertanyaan, klien mampu mengambil keputusan sederhana dengan bantuan orang lain dengan penjelasan yang benar dan klien menyatakan bahwa ia masuk ke RSJ karena ada jin, jin yang menggaunya sehiangga ia marah-marah.
Untuk memenuhi kebutuhan klien, sudah mampu untuk memenuhinya seperti kebutuhan makan, keaamanan, perawatan kesehatan, pakaian, dan tempat tinggal.
Didalam kehidupan sehari-hari klien mampu untuk melakukan perawatan diri seperti mandi, makan, BAB/BAK seta ganti pakaian. Klien mengatakan Selama di rumah sakit, nfsu makan meningkay sehingga berat badan meningkat. Klien mengatakan tidak ada masalah pada tidurnya. Klien menyatakan puas dengan pekerjaannya sebagai pembuat alat-alat perabot karena termasuk hoby nya, klien mempunyai koping yang adaptif yaitu jika ada masalah maka klien mengerjakan salat, terpi yang didapat adalah stelazin 5 mg, THP/ TRihexypenidil, CPZ/Clorpromazine
Data Fokus
Tn.Y (40tahun) dirawat di rumah sakit jiwa Tampan Pekanbaru di ruang nuri dengan diagnosa medis perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran. Klien mengatakan mendengar suara yang menyuruh untuk memukul orang dengan palu, suara itu sering pada sore hari dan saat sendirian, klien mengatakan marah saat mendengar suara-suara, kien mengatakan pernah memukul orang dengan palu dan memukul orang yang kerja ditempat nya, suara klien keras saat marah dan tatapan mata nya tajam saat marah. Klien mengatakan bercerai dengan istrinya dan terlalu lama di RSJ dan klien tampak sedih, klien tampak marah tanpa sebab. Dari hasil observasi kelompok didapatkan klien terlihat berbicara sendiri, mondar- mandir, dan tampak menutup telinga, klien membanting kasur, klien tampak menyendiri. Sedangkan data tambahan dari catatan keperawatan melalui status klien, klien pernah memukul orang dengan palu
No Data Fokus Diagnosa
1 DS:–klien menatakan mendengar suara yang menyuruh pukul orang dengan palu, suara itu muncul pada sore hari dan saat sendirian dan marah saat mendengar suara itu
DO:
-klien tampak marah tanpa sebab
– klien terlihat berbicara sendiri
-pasien tampak mondar-mandir
-klien tampak menutup telinga
Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
2 Faktor risikoDS:
-klien mengatakan pernah memukul orang dengan palu
-klien mengatakan memukul orang yang kerja ditempatnya
DO:
-dari status yang di lihat alasan masuk klien, klien memukul orang dengan palu
-selama dinas di Nuri, kelompok tidak pernah melihat pasien memukil temannya
-klien marah tanpa sebab
-klien tampak membanting kasur
Risiko menciderai diri sendiri,orang lain dan lingkungan
34 DS:-klien mengatakan sudah cerai dengan istrinya karena ps masuk RSJ
-klien mengatakan terlalu lama di RSJ
DO:
-klien tampak sedih jika ditanya tentang rumah tangganya
-klien tanpak menyendiri
-klien sudah tidak ada istri lagi
DS:
-pasien mengatakan teman-temannya gila sehingga malas bergaul dengan mereka
– pasien mengatakan teman-temannya sering tidak nyambung bila di ajak berbicara
DO:
-pasien terlihat sering duduk sendiri diatas tempat tidurnya
-pasien terlihat memisahkan tempat tidurnya
-pasien terlihat sering makan sendiri
Gangguan konsep diri: HDRIsolasi sosial : menarik diri
Pohon Masalah
Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas (Nanda)
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengeran
Isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri : HDR
Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Implementasi dan evaluasi
Implementassi dilakukan dari tanggal 08 november s/d 16 november 2010.
Pada tanggal 8 november 2010 jam 09.00 WIB telah dilakukan SP1 halusinasi: dengan hasil SP1 belum tercapai. Pada tanggal, 09 November 2010 pada jam 15.00 WIB dilakukukan SP 1 halusinasi yakni membina hubungan saling percaya, membantu mengenal halusinasi, serta mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik suara, dengan hasil SP 1 tercapai. Adapun hal yang tercapai dalm SP1 meliputi terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dengan klien, klien dapat mengidentifikasi jenis halusinasi. Pada tanggal 10 November 2010 kelompok kembali melakukan SP1 halusinasi pada jam 10.00 WIB yakni mengajarkan klien untuk menghardik suara, adapun hasil dari SP1 tercapai ditandai dengan klien dapat menghardik suara. Jadi, pelaksanaan SP1 halusinasi dapat tercapai dengan tiga kali interaksi dengan klien.
Pada tanggal 11 November 2010 jam 09.45 WIB telah dilakukan SP 2 halusinasi dengan hasil SP 2 tercapai sebagian, yakni klien belum mau bercakap-cakap dengan orang. Pada tanggal 12 november 2010 dilakukan lagi SP 2 halusinasi pada jam 10.30 WIB dengan memodifikasi, mengajak klien untuk ngobrol dengan salah satu anggota kelompok. Hasil yang diperoleh dari SP 2 yakni klien sudah mampu untuk bercakap-cakap dengan perawat yang diruangan. Jadi sp2 halusinasi teratasi dengan dua kali interaksi.
Pada tanggal 13 November 2010 telah dilakukan SP 3 halusinasi pada jam 09.00 WIB dengan hasil SP 3 tercapai sebahagian, adapun hal yang tercapai adalah klien melaksanakan kegiatan terjadwal yaitu sholat. Pada tanggal 15 November 2010 dilakukan lagi SP 3 halusinasi pada jam 10.00 WIB dengan hasil SP 3 tercapai, adapun hal yang tercapai adalah kegiatan terjadwal klien bertambah dari bangun sampai klien tidur lagi seperti membersihkan tempat tidur, mandi, dan sholat, jadi SP 3 tercapai dengan dua kali interaksi. Pada tanggal 16 november 2010 telah dilaksanakan SP 4 halusinasi dengan hasil tercapai. Adapun hal yang tercapai yakni klien tahu jenis, fungsi, efek tidak minum obat serta penggunaan obat yang benar, jadi SP 4 tercapai dengan satu kali interaksi.
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah kelompok melakukan tindakan keperawatan terhadap klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi di Ruang Nuri RSJ Tampn Pekan Baru mulai dari tanggal 08 November s/d 16 November 2010 kelompok menemukan kesenjangan-senjangan antara konsep tioritis dengan stadi dilapangan yang dilakukan oleh kelompok maka dari itu kelompok akan membahas kesenjangan tersebut. Adapun kesenjangan-senjangan tersebut adalah sebagai berikut:
A. Pengkajian
Pada pengkajian pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pormat pengkajian perawatan jiwa yang telah di tetapkan. Data yang dikumpulkan dengan wawancara langsung dengan klien, dari data catatan keperawatan dan medis ditemukan kesenjangan antara data-data teorits dengan apa yang didapat dengan kasus dilapangan. Pengumpulan data yang dilakukan hanya melalui wawancara dengan klien, obsevasi dan dari pendokumentasian keperawatan diruangan, sedangkan data dari keluarga tidak didapatkan hal tersebut dikarenakan selama proses pengkajian keluarga klien belum ada menjunguk klien.
Menurut data teoritis secara umum dari faktor predisposisi diterangkan bahwa halusinasi dapat terjadi dari berbagai faktor berupa faktor pisikologis, biologis, dan faktor genetik.
Dari hasil observasi dan waawacara yang dilakukan kelompok terhadap klien tidak ditemukan adanya faktor genetik yang dapat mempengaruhi halusinasi karena anggota keluarga klien tidak ada mengalami skizofrenia.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan teoritis dengan diagnosa yang muncul ditinjauan kasus terdapat perbadaan dan kesenjangan. Adapun masing-masing diagnosa yang muncul sebagai berikut:
1. Diagnosa teoritis
· Perubahan persepsi sensori: halusinasi
· Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
· Isolasi sosial: menarik diri
· Gangguan konsep diri: HDR
· Defisit perawatan diri
· Intoleran aktifitas
2. Diagnosa tinjauan kasus
· Perubahan persepsi sensori: halusinasi
· Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
· Isolasi sosial: menarik diri
· Gangguan konsep diri: HDR
Dalam tinjauan kasus terdapat 2 diagnosa yang tidak muncul pada diagnosa teoritis. Hal ini disebabkan pada tinjauan kasus ditemukan dari hasil observasi yakni klien dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.
C. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan yang ditetapkan dari empat diagnosa yang diangkat hanya dilaksanakan satu diagnosa keperawatan, hal tersebut dikarenakan oleh keterbatasan waktu dan klien pun pulang untuk melakukan askep. Adapun diagnosa yang kelompok laksanakan adalah gangguan persepsi senaori ; halusinasi pendengaran yang perencanaan tindakannya dilaksanakan mulai dari tanggal 08 november 2010 s/d 16 November 2010 dapat dilaksanakan dengan baik oleh kelompok, dan klien saat diajarkan dihadapan perawat pada waktu interaksi. Adapun tindakan keperawatan yang dilaksanakan melalui SP ddengan SP I dilaksanakan selama 3 kali interaksi, SP II dilaksanakan selama 2 kali interaksi, SP III dilaksanakan selama 2 kali interaksi, SP IV dilaksanakan selama 1 kali interaksi. Akan tetapi dalam pelaksanaannya klien masih memnutuhkan bimbingan dari perawat.
D. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dari awal hingga akhir kegiatan yang setiap kali berinterksi menggunakan analisis SOAP (Subjektif, Objaktif, Analisa, Planing ). Semua tindakan keperawatan dengan diagnosa gangguan persepsi sensori : halusinasi yang dibahas oleh kelompok melalui strategi pelaksanaan dapat dilaksanakan. Hal ini didukung karena sudah terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dengan klien.
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Proses keperawatan merupakan metode ilmiah dalam menjalankan proses keperawatan dan menyelesaikan masalah secara sistematis yang digunakan oleh perawat dan peserta didik keperawatan. Penerapan keperawatan dapat meningkatkan otonomi, percaya diri, cara berfikir yang logis, ilmiah, sistematis dan memperlihatkan tanggung jawab dan tanggung gugat serta pengembangan diri perawat. Disamping itu klien dapat melaksanakan mutu pelayanan keperawatan yang baik khusus nya pada klien halusinasi, maka dapatdi ambil ksimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian yang dilaksanakan tidak banyak berbeda dengan pngkajian teoritis maupun penulis tidak mendapat kesulitan dalam pengkajian klien.
2. Dalam usaha mengatasi masalah yang dihadapi klien penulis menyusun tindakan keperawatan sesuai dengan teoritis begitu juga dengan SP.
3. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan dan dapat dilaksanakan walaupun belum optimal.
4. Pada tahap evaluasi terhadap tindakan keperawatan masalah yang dihadapi klien tidak teratasi semua sesuai dengan masalah klien.
SARAN
1. Mahasiswa.
Hendaknya mahasiswa/i dapat melakukan askep sesuai dengan tahapan-tahapan dari protap dengan baik dan benar yang diperoleh selama masa pendidikan baik diakademik maupun dilapangan praktek.
2.keluarga.
Agar keluarga selalu memberikan motivasi kepada klien dan juga perawatan gangguan persepsi sensori:halusinasi pendengaran dirumah.
3. ruang rawat inap
meningkatkan perlatan dan pelayanan serta pemberian askep yang dapat meningkatkan proses penyembuhan kllien.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Bina pelayanan keperawatan dan pelayanan medik departemen
kesehatan, 2007 di kutip dari http://lensapropesi.blogspot.com/2008/11/halusinasi-penglihatan-trisnawati.html diambil tanggal 04 november 2010
Hawari,2001 dikutif dari http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-halusinasi diambil tanggal 04 november 2010
Isaacs,2002 dikutip dari http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-halusinasi diambil tanggal 04 november 2010
Keliat,2006 dikutip dari http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-halusinasi di ambil tanggal 04 november 2010
Keliat, budi anna.(2006) proses keperawatan kesehatan jiwa.jakarta:penerbit buku kedokteran EGC
Maramis, 2005 dikutip dari http://lensapropesi.blogspot.com/2008/11/halusinasi-penglihatan-trisnawati.html diambil tanggal 04 november 2010
Menkes,2005 dikutip dari http://lensapropesi.blogspot.com/2008/11/halusinasi-penglihatan-trisnawati.html diambil tanggal 04 november 2010
Diktat Panduan Pengkajian Keperawatan dan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Praktek Keperawatan Jiwa Mahasiswa Program D III di RSJ Tampan Propinsi Riau.
Marlyyn E. Doengos Rencana Asuhan Keperawatan psikiatri editor bahasa indonesia, Monica ester. Jakarta: EGC 2006